21 Juni, 2009

Antara Penjara dan Denda

Permasalahan yang muncul dalam Penerapan Undang-Undang No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

1. Penerapan pidana

Perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana secara tegas telah diatur dalam Bab XIV Pasal 59 hingga Pasal 72 Undang-Undang Psikotropika . Didalam Pasal demi pasal telah dengan jelas tersurat ancaman pidananya yaitu berupa pidana badan dan pidana denda yang tinggi rendahnya sangat variatif. Antara Pidana penjara dengan pidana denda selalu dihubungan dengan kata :

a. “DAN” seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 59 ayat (1)……..dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 15 tahun “DAN” pidana denda paling sedikit Rp.150 juta dan paling banyak 750 juta. Ketentuan yang demikian mengandung makna yang tegas bahwa para penegak hukum baik Jaksa Penuntut Umum dan Hakim mau tidak mau, suka tidak suka wajib menuntut dan menjatuhkan putusan terhadap pelaku dua pidana sekaligus. Dengan kata lain pelaku tindak pidana/terpidana wajib menjalani hukuman badan “DAN” wajib membayar hukuman denda. Wah…wah…wah….berat sekali yaw…..
Mencermati kondisi dalam praktek boleh dipastikan para terpidana tidak sanggup alias tidak mampu untuk membayar pidana denda yang jumlahnya berpuluh-puluh juta rupiah itu .

Lalu bagaimana kalau tidak sanggup membayar denda?

Karena dalam UU Psikotropika tidak diatur tentang hal tersebut maka dipergunakan ketentuan Pasal 30 yang intinya bahwa jika denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan dan lamanya hukuman kurungan pengganti tersebut paling singkat 1 hari dan paling lama 6 bulan. Wah….wah….wah …..ringan sekali yaw…….
Sekarang kita asumsikan untuk denda yang paling rendah sebesar Rp. 150 juta disejajarkan dengan hukuman pengganti yang paling lama 6 bulan maka akan diperoleh angka matematis berarti perbulannya Rp. 25 juta alias perharinya -+Rp. 800.000,- Dengan asumsi demikian maka sangat jauh jika dibandingkan dengan UMK/UMR dinegeri ini. Oleh karena itu menjadi renungan kita bersama apakah terpidana “tidak mau atau tidak mampu” membayar denda tersebut. Tentu ini menjadi hak mutlak dari terpidana, namun yang saya ketahui selama ini dalam praktek lapangan boleh dikatakan tidak ada yang membayar denda dan rata-rata lebih memilih (kalau tidak mau dikatakan terpaksa) menjalani hukuman pengganti kurungan dengan asumsi kalau diluar penjarapun tidak akan bisa mendapatkan penghasilan sebesar itu.
.

b. “DAN/ATAU” seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 65………….dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun “DAN/ATAU” pidana denda paling banyak 20 juta.

Ketentuan yang demikian mengandung makna yang ragu-ragu, tidak tegas karena bisa berarti “harus dua-duanya” (pidana badan dengan pidana denda) tetapi juga bisa berarti “dapat memilih salah satu” (bila denda sudah dibayar maka pidana penjara tak perlu dijalani begitu juga sebaliknya). Hal yang demikian itu tentu saja dalam praktek dapat menimbulkan perbedaan penafsiran. Menjawab keragu-raguan dan ketidak tegasan ketentuan Undang-undang tersebut pihak aparat penegak hukum khususnya Jaksa Penuntut Umum dan Hakim selama ini cenderung memilih alternatif pertama yaitu “harus dua-duanya”. Hal tersebut tidak menyalahi Undang-undang dan justru menunjukkan keseriusan dalam menegakkan hukum namun sebaliknya apabila dilihat dari kaca mata pencari keadilan, apakah tidak mengurangi haknya apabila dia mampu membayar tetapi tidak berkenan memilih membayar denda saja tanpa menjalani pidana ?????
Weleh……weleh….weleh…..jelimet banget

Tidak ada komentar:

Posting Komentar