11 Juli, 2009

Terdakwa dapat di hukum melebihi batas ancaman

Trend perkembangan ketentuan pidana dalam undang-undang pada akhir dekade ini cenderung menggunakan “pembatasan minimal” disamping batas maksimal yang telah ada. Hal tersebut terjadi kemungkinan penjatuhan pidana terhadap pelaku kejahatan selama dekade sebelumnya dianggap belum memenuhi rasa keadilan karena terlalu ringan, oleh karena itu lalu muncullah penggunaan pembatasan minimal.

Kita ambil contoh pelanggaran terhadap Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) Tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 150 juta dan paling banyak Rp. 750 juta”

Dengan batasan mimimal tersebut memang penegak hukum tidak bisa semena-mena menuntut dan menjatuhkan pidana dibawah batas minimum yang telah ditentukan dalam undang-undang tersebut.

Namun disisi lain hal tersebut akan menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda bagi penegak hukum dilapangan atau setidaknya menjadikan bahan pemikiran dalam hati tersendiri mengenai bagaimana jika ketentuan pidana yang ada “pembatasan minimal” diterapkan terhadap terdakwa yang masih anak-anak ?. Mengingat dalam Undang-undang Peradilan anak bahwasannya maksimun hukuman pidana yang dijatuhkan terhadap anak adalah ½ (setengah) dari ancaman orang dewasa

Pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana terhadap pelakunya yang tergolong “anak”, apakah dengan dikuranginya ½ dari ancaman maksimum tersebut maka ancaman pidana minimumnya otomatis juga di kurangi menjadi ½ (setengahnya), Dan karena undang-undang tidak memberi penjelasan yang cukup terhadap masalah tersebut sehingga seperti contoh pelanggaran Pasal 59 tersebut harus dibaca :
1. pidana penjara paling singkat 2 (dua) Tahun, paling lama 7 (Tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp. 75 juta dan paling banyak Rp.3 75 juta”

“ATAU”
2. pidana penjara paling singkat 4 (empat) Tahun, paling lama 7 (Tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp. 150 juta dan paling banyak Rp. 750 juta”

Nah kenyataan yang terjadi dalam praktek lapangan para penegak hukum mengacu pendapat seperti terbaca pada point 2 diatas. Namun bagi kami hal tersebut tidaklah tepat dengan dasar pemikiran yang sangat sederhana sekali yaitu antara ancaman minimun dan ancaman maksimum,saya ibaratkan sebatang pipa besi panjang tetap 4 meter maka jika tingginya (maksimum) diturunkan setengah maka sudah barang tentu bawahnya (minimum) akan secara otomatis turun setengah pula sehingga pipa besi tersebut tetap mempunyai media panjang 4 meter. Dengan kata lain saya sependapat dengan pendapat pada point 1 diatas dimana terdakwa anak-anak dapat di hukum melebihi minimum ancaman dari minimum 4 tahun menjadi minimum 2 tahun sehingga akan tercipta rasa keadilan

.Apabila dalam praktek terus dipertahankan menggunakan pendapat pada point 2 diatas maka kurang memberi rasa keadilan, dengan ilustrasi andai pelaku dewasa dijatuhi pidana 4 tahun dan 6 bulan dan anak-anak juga dijatuhi pidana minimal saja yakni 4 tahun maka terciptakah rasa keadilan ??????

Dengan pembahasan sederhana ini kami berharap ada tanggapan dari ahli hukum dan kedepan adanya petunjuk yang jelas dari yang berwenang.



3 komentar:

  1. Kami admin HukumIndonesia.org mengundang Bapak/Ibu untuk bergabung di Forum Hukum Indonesia untuk berdiskusi mengenai Hukum di Indonesia. Keanggotaan kami terbuka bagi siapa saja, mahasiswa, dosen, pengacara, advokat, notaris, hakim, jaksa, polisi dan masyarakat umum. Segera bergabung di www.hukumindonesia.org

    BalasHapus
  2. membantu sekali bro infonya lagi browsing tentang hukum juga. hendaknya kita bisa saling berbagi informasi tentang hukum. Bisa kunjungi balik web kami gan. Tq
    Abraham Simatupang

    BalasHapus